Minggu, 17 April 2011

Pilih Surga Atau Neraka??? ( Peranan komunikasi )

Alkisah, seorang pemuda tanggung, pemabuk dan peminum, tertabrak sebuah mobil di jalan dan kondisinya sangat parah. Pemuda itu mengalami koma, tidak sadarkan diri dan harus di opname di rumah sakit. Dalam kondisi setengah mati tersebut, pemuda tadi bertemu dengan seorang malaikat. Antara sadar dan tidak, pemuda tadi mendengar bahwa malaikat itu menawarkan jalan-jalan. Jalan-jalan untuk melihat kondisi surga dan neraka secara langsung. Tentu saja pemuda itu tertarik dan bersedia mengikuti malaikat tadi.

Akhirnya perjalanan tersebut sampai kepada sebuah tempat, di mana banyak sekali orang berpakaian putih-putih. Semua orang yang berkumpul di situ menari dan menyanyi lagu yang sama. Kadang-kadang mereka berdiri, kadang-kadang duduk. ‘Duh, ngapain mereka?’ kata pemuda tadi dalam hati. “Itu adalah surga penghuninya”, kata malaikat yang mengatarnya. Pemuda manggut-manggut tanpa ekspresi dan terus mengikuti langkah si malaikat tadi.

Perjalanan tersebut akhirnya sampai pada sebuah tempat yang sangat berisik dan ramai. Pemuda tadi dengan jelas melihat bahwa banyak sekali orang di tempat itu dan melakukan aktivitasnya sendiri-sendiri tanpa saling mengganggu. Setelah mengamati, pemuda tadi sangat kaget, karena ternyata orang-orang di situ menggunakan narkoba dengan berbagai cara. Narkoba kelas satu telah tersedia dalam jumlah yang sangat banyak dan orang-orang tersebut tinggal mengambil sepuasnya, lalu dinikmati. ‘Wah, hebat sekali”, pikir pemuda tadi. Orang-orang tersebut kadang-kadang juga meneguk minuman keras kelas satu yang juga tersedia dalam jumlah yang sangat banyak. Jauh lebih banyak dari pada yang pernah dijumpai pemuda tadi di dunia. Gratis lagi…

“Apakah ini neraka?” pemuda tadi memberanikan diri untuk bertanya. Malaikat hanya mengangguk pelan saja menjawab pertanyaan pemuda itu. Malaikat lalu berkata,”Kamu belum saatnya mati. Jadi kamu harus kembali ke dunia lagi dan pada saatnya nanti, kamu akan berada di salah satu dari kedua tempat ini”.

Detik berikutnya pemuda tadi sadar dari koma di rumah sakit dan akhirnya dinyatakan sehat oleh dokter. Pertemuan dengan malaikat terus menggangu benaknya sehingga pemuda tadi bertanya kepada seorang pemuka agama, bagaimana caranya masuk neraka. Pemuka agama sangat kaget berkata,”Apa yang saya khotbahkan adalah bagaimana caranya masuk sorga, jadi kalau kamu melakukan yang berlawanan, pastilah kamu masuk neraka”.

Pemuda tadi segera melakukan apa yang sebaliknya dilakukan oleh pemuka agama tadi. Tidak pernah berdoa, tidak pernah sedekah, mencuri, mencopet, merampok, menipu dan berbagai kejahatan lain terus menerus dilakukannya. Dalam waktu sebentar saja, pemuda tadi telah menjadi penjahat kelas satu yang paling pemberani. Pemuda tadi memang tidak takut mati, karena kalau mati pun dia yakin akan masuk neraka dan dapat menikmati apa yang sering dia nikmati di dunia ini, minuman keras, narkoba dan sejenisnya.

Polisi akhirnya mengambil kebijakan untuk menembak di tempat pemuda tadi karena kelakuannya benar-benar nekad dan tidak punya belas kasih. Dalam suatu aksi perampokannya, pemuda tadi akhirnya tertembak dan mati di tempat. Sebelum mati, pemuda tadi tersenyum karena akan masuk neraka seperti apa yang diidam-idamkannya.

Di akherat, pemuda tadi disambut oleh malaikat yang dulu pernah menemuinya. Pemuda tadi berjalan di belakang malaikat untuk diantar ke neraka. Ketika melewati surga, pemuda tadi tersenyum mencibir,’ini bukan tempatku’. Akhirnya perjalanan itu sampai ke tempat yang selama ini diharapkannya. Tapi suara yang terdengar berbeda dengan suara yang dulu pernah dia dengar. Suara yang terdengar adalah ratapan, kertak gigi, dan teriakan orang-orang kesakitan. “Maaf, apakah ini tidak salah tempat?” tanya pemuda kepada malaikat. Jawaban yang diperoleh hanyalah gelengan kepala dari malaikat yang menunjukkan bahwa memang inilah neraka. Pemuda itu tidak melihat adanya narkoba yang banyak dan minuman keras yang berlimpah. “Lalu kenapa semua orang di sini tersiksa? Di mana letak minuman, narkoba dan kenikmatan yang lain?” Malaikat tadi mengambil nafas dalam-dalam dan berkata,”Yah, waktu itu mereka sedang mengadakan bulan PROMOSI!””””

WHICH ONE DO YOU CHOOSE??????
HELL OR HEAVEN?
GOD WAITS FOR YOUR DECISIONS?
NOW……..

Sabtu, 16 April 2011

KISAH PEMUDA YANG MENYIA-NYIAKAN DIRINYA...

Rintihan seorang pemuda yang dianugerahi banyak talenta
Tetapi dirinya tidak tahu bahwa dirinya punya

Rintihan 1
Saat bunga berpaling
Aku mendekat
Saat bunga layu,
Aku sirami
Saat bunga berkembang,
Aku syukuri, dan
Kusadari bahwa aku tertusuk duri
Perih tak terasa tergantikan kekaguman

Rintihan 2
Terima kasih Tuhan
Engkau telah menurunkan hujan
Supaya aku bisa mengingat
Betapa bahagia dirinya
Menatap rintik air yang turun
dan aroma tanah yang harum
Betapa indah saat itu

Rintihan 3
Sinar hatimu terus terangi jalanku
Senyum kecilmu iringi langkahku
Maaf aku masih hidup
dengan senyum palsu
tuk tutupi hati luka membiru
Terima kasih cinta

Rintihan 4
Manusia tak mungkin terperosok karena cinta
Apalagi keluar dari cinta
Karena kita lahir, tumbuh dan mati dalam cinta
Bukan dalam nafsu, kehormatan dan status

Rintihan 5
Waktu trus berlalu
Luka semakin membiru
tapi
Entah kenapa hati ini terus memuja

(Bukan rintihan penulis, tetapi penulis ikut merintih karena ada sesosok pemuda yang setiap hari merintih seperti itu).....

Satu hari setelah saya publikasikan rintihan hati pemuda tersebut. ada rintihan lagi...

Rintihan 6
Bangunlah bunga hatiku
Janganlah menyerah
tuk bangunkan cinta dalam hatimu
Jujur dan setialah
Cinta kan memandumu
Semoga hari ini indah untuk kita


Yach......sebelum sempat aku merintih atas rintihan pemuda malang tadi. Ternyata muncul rintihan juga dari seorang perempuan tinggi, cantik dan jelita yang telah menyia-nyiakan cinta yang pernah diberikan kepadanya.

Penyesalan 1
Jumat malam lalu aku ke sana, tapi memang tidak ada pintu untuk diriku. Seperti apa diriku sampai dirasa susah untuk dimengerti? Pribadi yang sukar dipahami? Seperti itukah aku?

Penyesalan 2
Kenapa ya dulu aku bangga sekali atas keberadaanmu dan semua hasil kerjamu? Kenapa sekarang aku tidak bisa melakukan hal yang sama? Aku trauma atau memang aku tidak sanggup lagi berbuat dan bersikap yang sama? Sebegitukah rasaku padamu sampai aku seperti ini? Kamu gak mau jawab? Kenapa?

Penyesalan 3
Apa kamu sudah menikah sampai tidak mau menjawab aku? Sedemikian kah aku ini sampai harus diperlakukan seperti ini? Aku tidak pernah membencimu. Sedikitpun tidak pernah membencimu!

Penyesalan 4
Dulu selalu ada someone that love you setiap tanggal 14 Februari. Masih ingat? Itu tidak berlaku sekarang?

Yach...kisah ini memang membingungkan....rintihan pemuda dan penyesalan perempuan..dan kebetulan terkait pada satu sosok.... yang sampai detik ini masih mencari jati dirinya....

Jumat, 15 April 2011

SIAPA YANG HARUS DIBUNUH?

Dengan alasan tidak ada yang bertindak, maka sekelompok orang secara represif menyerang tempat hiburan malam yang masih tetap buka di bulan puasa. Dengan alasan ditunggangi oleh kelompok tertentu, maka sebuah aksi damai diserang dan peserta aksi damai tersebut dianiaya. Dengan alasan menjual barang haram, maka seorang penjual minuman keras disiram dengan minuman keras yang dijualnya. Dan masih banyak lagi… tetapi????
Mengapa mereka tidak menyerang seorang anggota DPR yang tertangkap basah menikmati seorang perempuan muda? Mengapa mereka tidak menyerang seorang Jaksa yang dengan jelas-jelas memeras orang yang terkena kasus bahkan sampai milyaran rupiah? Mengapa mereka tidak menyerang sarang wakil rakyat yang membagi-bagi uang perjalan dinas sampai milyaran rupiah? Mengapa mereka tidak menyerang oknum-oknum aparat yang jelas-jelas menjadi backing penjualan minuman keras dan barang haram lainnya? Mengapa mereka tidak menyerang seorang PNS dengan pangkat Kepala Seksi tetapi mempunyai banyak rumah mewah dan mobil mewah?
Saya bertanya kepada mereka, siapa yang lebih layak dibunuh, seorang wanita yang melacurkan dirinya karena menghidupi anak-anaknya atau seorang koruptor milyaran rupiah yang juga menjual jabatan, menjual harga dirinya dan juga akan mencari pelacur kelas elite? Sebelum kalian membunuh salah satu dari kedua orang tersebut, lihat dulu, bahwa di sebelah sana, di mana aparat-aparatnya bersih-bersih, jumlah pelacur dan penjahat jalanan sangat minim.

Kamis, 14 April 2011

AGAMA PALING ENAK!!!!

Seseorang belum mempunyai agama. Keinginan untuk memeluk suatu agama tertentu sudah ada tetapi belum memutuskan untuk memeluk suatu agama tertentu. Akhirnya orang tersebut datang kepada suatu acara yang di dalamnya terdapat promosi dari berbagai agama yang telah ada. Orang tersebut datang dan mengikuti semua acara yang ditampilkan oleh semua agama untuk membuat pertimbangan. Pada awalnya orang tersebut bingung karena semua agama mengaku sebagai agama yang terbaik paling tepat. Setelah menelaah untuk beberapa lama, akhirnya orang tersebut memutuskan sebagai berikut:

Ketika muda memeluk agama Katholik. Bisa berpacaran secara lebih bebas, bisa maka daging yang dianggap haram oleh agama lain.
Ketika menikah memilih agama Islam. Jadi dia bisa berpoligami, bisa kawin cerai dan mempunyai beberapa istri sekaligus.
Setelah tua, ketika banyak anak-anaknya yang butuh biaya, dia masuk Budha dan menjadi bikshu yang lepas dari dunia luar, alias tidak perlu bertanggung terhadap istri-istri dan anak-anaknya.

Nah enak kan!!!

AGAMA = KENDARAAN POLITIK YANG MEWAH

Agama dan politik bagaikan dua buah lagu yang berlomba-lomba untuk menduduki puncak top hits. Dalam satu periode, agama berada di atas politik, dan periode lain politik yang berada di atas agama. Banyak partai politik yang menggunakan isu-isu agama untuk meraih kekuasaan, dan setelah kekuasaan diraih, agama kembali dicampakkan, ada konstituen agama disayang, tidak ada konstituen agama ditendang. Ada pula agama yang menggunakan politik sebagai sarana untuk menyebarkan misi atau dakwah, dan selalu berusaha untuk mengontrol perilaku para politisi agar tidak kebablasan dalam memegang amanah yang diberikan rakyat.

Di Indonesia, negara yang telah merdeka secara semu, jauh lebih banyak politik yang menggunakan agama sebagai sarana untuk meraih kekuasaan. Dan memang harus diakui, bahwa hanya di Indonesialah, agama masih laku dijual sebagai konsumsi politik. Di banyak negara demokrasi yang lain, agama sudah tidak laku, alias mereka lebih melihat kapasitas wakil mereka dari pada melihat agama dari wakil mereka.

Sebenarnya logikanya sederhana, ketika ada suatu partai yang berlandaskan agama, atau didirikan oleh suatu kelompok agama tertentu, maka pemeluk agama lain akan sulit sekali untuk memberikan dukungan. Meskipun mereka berkoar-koar sebagai nasionalis yang akan menampung semua aspirasi rakyat, hal tersebut tetap akan sulit untuk diterima oleh pemeluk agama lain. Lebih parah lagi, jika suatu agama mempunyai banyak partai….nah apa gak lebih bingung lagi tuh pemilihnya. Dan yang lebih parah pangkat dua lagi adalah, dalam suatu agama ada kelompok aliran tertentu, dan kelompok aliran tersebut mempunyai banyak partai!!!! Apa kagak salah tuh….

Dalam suatu kasus, penyelesaian secara sederhana ada dua macam, yaitu Ya dan Tidak. Jika yang terlibat sangat banyak, maka akan muncul kemungkinan ketiga yaitu di antara Ya dan Tidak. Jika masih belum cukup, paling ada kemungkinan keempat yang merupakan terobosan pemecahan dari masalah tersebut. Jadi logika sederhananya, dalam suatu negara paling banyak ada empat partai. Tetapi di Indonesia…..

Apa tidak membingungkan rakyat? Jika ada masalah sikap negara terhadap konflik Timur Tengah, maka sikapnya adalah Mendukung atau Tidak Mendukung. Paling pol ada alternatif ketiga yaitu Abstain. Atau muncul alternatif keempat yaitu Wait and See. Tapi kalau di Indonesia ada 30 partai lebih?? Sikap apa saja yang akan dikeluarkan oleh ke-30an partai tersebut. Para pendiri partai berkedok bahwa mendirikan partai adalah hak setiap warga negara. Memang betul sekali. Tetapi apa yang akan disumbangkan oleh partai-partai tersebut??? Pendiri partai lebih berkesan oportunities, suatu hal yang sangat memalukan di negara demokrasi seperti Malaysia, tetapi masih diagung-agungkan di Indonesia.

Denny JA, salah satu pengamat politik terkenal di Indonesia, meyatakan bahwa idealnya Indonesia hanya memiliki lima atau enam partai saja. Satu partai mewakili nasionalis, satu atau dua partai mewaikili agama, satu partai adalah Partai Golkar, dan satu atau dua partai lagi menampung aspirasi yang lain. Itu sudah cukup. Energi yang masih tersisa dipergunakan untuk membangun negara bukan untuk menciptakan partai yang mengejar kekuasaan.

Almarhum Harry Roesli pernah membuat anekdot, bahwa kebobrokan politisi dan pemerintah Indonesia memang sengaja dibiarkan oleh penunggu Surga. Tujuannya adalah ketika ada orang mati dengan register orang Indonesia, pekerjaan pejabat atau politisi, maka tanpa perlu banyak pertimbangan langsung masuk neraka. Yah…etung-etung mengurangi pekerjaan. Tetapi, kalian orang Indonesia yang bukan pejabat, tunggu dulu, jangan buru-buru masuk surga. Ikuti prosedur yang benar.A

GARUDA-KU

Kadang saya menyesal mempunyai lambang burung garuda yang selalu menoleh ke kiri. Tolehannya mungkin bermaksud berwibawa, akan tetapi bagi saya seperti seorang yang melengos, emoh melihat atau mendengarkan orang di depannya. Sama persis dengan pejabat dan politisi di negara kita yang selalu melengos ketika dimintai pertanggungjawaban terhadap perbuatannya. Bedanya kalau burung garuda selalu menoleh ke kiri, kalau pejabat dan politisi kadang ke kiri kadang ke kanan, tergantung angin. Sambil melengos politisi tersebut akan berkata, ‘itu bukan wewenang saya’, atau mungkin ‘saya sedang menunggu laporan’. Aneh, padahal itu jelas-jelas wewenangnya dan semua orang sudah tahu, tapi dia masih menungggu laporan dari bawahannya, yang ketika ditanya juga akan menjawab dengan jawaban yang sama, atau mungkin sedang tidak berada di tempat.
Suatu saat, pada tahun 2002, rombongan Presiden Megawati berkunjung ke Italia, sehabis melawat ke Perancis untuk perundingan Paris-Club, yang pada intinya mau mengatakan bahwa Indonesia tidak mampu membayar hutang yang menumpuk, alias, tolong donk beri waktu lagi. Anehnya rombongan itu datang bersama anak dan keluarganya, tinggal di hotel yang sangat mewah, menyewa mobil mewah dan menyempatkan belanja di tempat-tempat yang mewah pula. Lha itu uang dari mana, mending buat nyicil utang dikit-dikit. Ketika di Roma, Presiden ditanya oleh salah seorang mahasiswa Indonesia yang sedang tugas studi di sana. Kebetulan mahasiswa tersebut mendapat bea siswa bukan dari pemerintah Indonesia, jadi berani berbicara agak sedikit lancang:

“…..nikmatnya hidup bersama, harmoni dan kedamaian tampaknya memudar karena berbagai kerusakan yang membahayakan integrasi bangsa kita. Dengan hati gelisah, kami mengikuti munculnya persoalan-persoalan baru di negeri kita, seperti berkurangnya penghormatan akan nilai-nilai moral bangsa, penyalahgunaan simbol-simbol agama untuk kepentingan politik, banyak orang yang terbunuh dalam konflik kekerasan setiap hari, hutan yang hancur dengan kecepatan 2,5 juta hektar per tahun, setiap warga negara yang mesti menanggung hutang negara sebesar 7 juta rupiah, anak SD yang drop out 16 juta, orang-orang yang melaksanakan kejahatan kemanusiaan dibiarkan memperoleh imunitas, dan orang-orang yang hilang tidak ditanyakan lagi keberadaannya. Apakah semua ini dapat diatasi dengan lebih baik dengan memegang teguh hukum yang berlaku di mana keadilan ditegakkan? (dikutik dari http://www.mirifica.net)

Bahasanya halus, tapi isinya keras…. Dan bisa anda tebak, apa jawaban Presiden tercinta kita waktu itu??? Yup…benar. Melengos kayak burung garuda, sambil berkata, ‘tidak perlu saya jawab karena di dalamnya itu sebetulnya sudah ada jawabannya!’
Ya ampyunn………….

HARGA SEBUAH NYAWA

Kalau Anda ditanya, berapa harga sebuah nyawa? Pastilah dengan spontan Anda menjawab, ‘sangat berharga’. Kalau dipaksa untuk menjawab, berapa rupiah, atau berapa dollar harga sebuah nyawa, kemungkinan Anda akan menganggap bahwa orang yang menanyakan sangat merendahkan harga nyawa sebuah manusia. Atau dengan kata lain, harga sebuah nyawa manusia tidak dapat diukur dengan rupiah atau dollar.
Tapi apakah realitas menunjukkan demikian? Di Indonesia, sebuah negara yang sarat dengan religi dan hukum dijunjung dengan sangat tingginya (sampai-sampai hanya beberapa orang yang dapat menggapainya), sebuah nyawa manusia harganya sangat murah. Untuk sebuah zakat bernilai tidak lebih dari Rp. 100.000, lebih dari 20 orang meninggal. Itu baru kasus yang ada akhir-akhir ini. Kalau ditilik mundur ke belakang, wah… akan lebih tragis. Berapa nyawa TKI (atau lebih halusnya nakerwati) yang melayang demi meraup rupiah di negara asing? Berapa ratus orang yang tiap hari mempertaruhkan nyawa dengan duduk di atas kereta listrik dengan menghemat beberapa ribu rupiah? Hampir tiap hari di ada berita melayangnya nyawa manusia untuk nilai rupiah yang relatif kecil, atau orang yang mempertaruhkan nyawanya demi manfaat rupiah yang demikian kecil.
Lagi-lagi, salah siapa? Mengapa hal itu bisa terjadi? Nyawa manusia mungkin dapat dipertaruhkan untuk sesuatu yang berkaitan dengan isme atau nasionalisme. Mati demi kemerdekaan, jihad, membela agama atau sejenisnya. Tapi demi uang ribuan rupiah? Yang jelas bukan salah mereka yang meninggal ketika mempertaruhkan uang ribuan rupiah tersebut. Mereka boleh dibilang berada pada kondisi ‘zero’. Kalau untung bisa dapat makan, memperpanjang usia beberapa hari. Kalau tidak, ya mati juga tidak apa-apa. Lebih baik mati cepat dari pada mati karena kelaparan. Jangan salahkan mereka. Lalu salah siapa? Ebit G Ade bilang, tanya saja pada rumput yang bergoyang.